Meninjau Kekuatan Pembuktian Pengakuan Pihak dalam Sistem Pembuktian Pada Peradilan Tata Usaha Negara
DOI:
https://doi.org/10.25216/peratun.212019.98-118Keywords:
Alat Bukti, Kebenaran Materiil, Pengakuan PihakAbstract
Meninjau Kekuatan Pembuktian Pengakuan Pihak Dalam Sistem Pembuktian Pada Peradilan Tata Usaha Negara. Hukum Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia menganut pembuktian kebenaran materiil. Artinya dalam sengketa yang diadili di Peradilan Tata Usaha Negara, hakim harus mencari kebenaran materil dari pada sekedar apa yang diajukan para pihak dalam persidangan. Hakim dalam hal ini pun diberikan kebebasan untuk menilai kekuatan pembuktian dari suatu alat bukti yang diajukan
di persidangan berdasarkan Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu sangat penting pembahasan secara mendetail mengenai alat bukti dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara karena hakimlah yang akan menentukan kekuatan pembuktiannya secara materiil. Pertanyaan utama yang timbul adalah apakah penggunaan alat bukti pengakuan para pihak di persidangan sejalan dengan tujuan dari pembuktian materil di Peradilan Tata Usaha Negara? Hal ini mengingat dalam sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara hakim harus mencari kebenaran materiil, dan oleh karena itu diberikan kebebasan dalam pembuktian (vrij bewijs-stelsel) dan hanya dibatasi dalam hal jenis-jenis alat bukti yang dapat digunakan berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.Â
References
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
_______. Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 5 Tahun 1986.
LN No. 77 Tahun 1986. TLN No. 3344.
_______. Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 9 Tahun 2004. LN No. 35 Tahun
TLN No. 4380.
_______. Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU No. 11 Tahun
, LN No. 58 Tahun 2008. TLN No. 4843.
_______. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 51 Tahun 2009. LN No. 160
Tahun 2009. TLN No. 5079.
_______. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. UU No. 30 Tahun 2014. LN No. 292
Tahun 2014. TLN No. 5601.
Buku
Bakhti, Teguh Satya et.al., Bunga Rampai Peradilan Administrasi Kontemporer, Yogyakarta:
Genta Press, 2014.
Bimasakti, Muhammad Adiguna. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Oleh Pemerintah /
Onrechtmatige Overheidsdaad (OOD) Dari Sudut Pandang Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
______. Hukum Acara dan Wacana Citizen Lawsuit Di Indonesia Pasca Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan: Sebuah Sumbangan Pemikiran. Yogyakarta: Deepublish,
Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara: Buku
II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Liberty,
Prodjohamidjojo, Martiman. Hukum Pembuktian dalam Sengketa Tata Usaha Negara.
Jakarta: Pradnya Paramita, 1997.
Artikel Jurnal
Boyoh, Masyelina. Independensi Hakim Dalam Memutus Perkara Pidana Berdasarkan
Kebenaran Materiil, Jurnal Lex Crimen, Vol. IV/No. 4/Juni/2015. hlm. 115-122.
Muwahid. Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) Oleh Hakim Dalam Upaya
Mewujudkan Hukum Yang Responsif. Jurnal Al-Hukuma, Vol 7 No 1 (2017): Juni
hlm. 224-248.
Simanjuntak, Enrico. Restatement Tentang Yuridiksi Peradilan Mengadili Perbuatan
Melawan Hukum Pemerintah. Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.1, Januari
, hlm. 32-48.
Van Ommeren, Frank J. Governance and the Public-Private Law: Divide in the Netherlands.
The Cambridge Law Journal, hlm. 1-22.
LAIN-LAIN
_______. Surat Edaran Mahakamah Agung Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat
Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas
Bagi Pengadilan. SEMA RI No. 4 Tahun 2016.