DISKURSUS LEMBAGA EKSEKUSI NEGARA DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA / THE DISCOURSE OF STATE EXECUTION INSTITUTION IN INDONESIAN LAW ENFORCEMENT
DOI:
https://doi.org/10.25216/peratun.112018.11-32Abstract
Salah satu isu hukum yang sering mengemuka di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Â adalah berkaitan dengan pelaksanaan putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap. Eksekusi Putusan PTUN cenderung menghadapi kendala, sehingga merugikan pencari keadilan. Penyebabnya secara in abstracto terletak pada norma pengaturan pelaksanaan putusan yang masih belum tegas, sedangkan secara in concreto penyebabnya adalah ketidakpatuhan badan dan/atau pejabat pemerintahan terhadap hukum. Secara substansi (legal substance), pengaturan eksekusi upaya paksa di PTUN yang diatur dalam Undang-Undang Peradilan TUN belum cukup memadai, dan demikian juga dengan struktur hukum lembaga eksekusi di PTUN yang hanya berpedoman pada jurusita dan pengawasan ketua PTUN, tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga pelaksanaan eksekusi tidak dapat berjalan efektif dan efisien. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Penulis melakukan penelitian hukum ini. Berdasarkan konsep Pengembangan Hukum Nasional, tujuan pembentukan PTUN terkait dengan falsafah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, oleh karenanya hak dan kepentingan perseorangan dilindungi dan dijunjung tinggi disamping juga hak masyarakat. Salah satu wujud perlindungan hukum tersebut adalah dilaksanakannya setiap putusan PTUN yang telah berkekuatan tetap. Untuk itu perlu adanya pengaturan tentang pembentukan lembaga hukum baru yang khusus menjalankan fungsi eksekutorial lembaga peradilan. Keberadaan lembaga hukum yang baru ini, dengan mengingat adanya teori pembagian kekuasaan, semestinya berada di bawah jajaran lembaga eksekutif setingkat menteri. Nomenklatur yang tepat bagi lembaga pelaksana putusan pengadilan tersebut menurut Penulis adalah Lembaga Eksekusi Negara (LEN). LEN ini bukan hanya diperuntukkan bagi PTUN, melainkan juga lembaga peradilan lain dapat melimpahkan kewenangan eksekusinya ke LEN, agar pengaturan dan pelaksanaan eksekusi bersifat komprehensif.
One of the legal issues often arise in the Administrative Court is the decision implementation of the Administrative Court (PTUN) which already has a permanent legal force. PTUN decision execution tend to face obstacles, thus harming seekers of justice. The in abstracto cause lies in the indecisiveness of decision implementation regulation norm, while the in concreto cause lies in the non-compliance of agencies and/ or government officials against the law. Substantively, PTUN regulation of forced execution regulated in the Administrative Law has not been sufficient. The legal structure of the execution institution in PTUN which is only guided by the bailiff and the supervision of the Head of the Administrative Court, also can not run properly. In result the execution was not effective. To answer the problem, the writer undertake this legal research. Based on the concept of national law development, the aim of PTUN founding was related to a nation of law based on Pancasila and UUD 1945, for that reason, the individual right was protected.The manifestation of legal protection is the decision implementation of PTUN which has permanent legal force. Therefore, there is a need to regulate the formation of new legal institutions that specifically carry out the judicial executive function of the judiciary. The existence of this new legal institution, in view of the theory of power-sharing, should be under the rank of the ministerial executive body. The right nomenclature for the executing agency of the court decision according to the Author is the State Execution Institution (LEN). This LEN is not only for PTUN, but also other judicial institutions can delegate its executive authority to LEN, so that the execution order and execution are comprehensive.
References
Adrian Bedner, Administrative Courts in Indonesia : A Socio-Legal Study (Terjemahan), London, The Hague: Kluwer International, 2003.
Ansyahrul, Pemuliaan Peradilan : Dari Dimensi Integritas Hakim, Pengawasan, Dan Hukum Acara (Kumpulan Makalah), Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2011.
Dewi Kania Sugiharti, Perkembangan Peradilan Pajak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2005.
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Sinar Harapan, Jakarta, 1983.
Lilik Mulyadi, Tuntutan Uang Paksa (Dwangsom) dalam Teori dan Praktek, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2001.
Makmur, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011.
Maria Farida Indrati. S., Ilmu Peraturan Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2007.
Mieke Komar, dkk (Editor), Mochtar Kusumaatmadja : Pendidik dan Negarawan, Alumni, Bandung, 1999.
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, PT. Alumni, Bandung, 2002.
Paulus Effendi Lotulung, Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Kaitannya Dengan Rechtsstaat Republik Indonesia, dalam Selo Soemardjan (Penyunting), Hukum Kenegaraan Republik Indonesia : Teori, Tatanan, dan Terapan, PT. Grasindo, Jakarta, 1993.
____________________________, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Penerbit Salemba Humanika, Jakarta, 2013.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987.
R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta, 2011.
Timothy Lindsey (Editor), Indonesia : Law and Society, The Federation Press, Melbourne, 1999.
W. Riawan Tjandra, Peradilan Tata Usaha Negara Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2009.