Karakteristik Obyek Gugatan Perkara TUN yang Termasuk Pembatasan Kasasi Pasal 45A Ayat (2) Huruf C UU Mahkamah Agung (Studi Kasus Putusan-Putusan Kasasi Pasca SEMA No. 4 Tahun 2016)
DOI:
https://doi.org/10.25216/peratun.212019.119-133Keywords:
Pasal 45 A Ayat (2) Huruf C UU Mahkamah Agung, Pembatasan Kasasi, Kasasi TUNAbstract
Pasal 45A Ayat (2) Huruf C Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU 5/2004) mengatur komitmen Mahkamah Agung RI (MA RI) dan badan peradilan di bawahnya dalam pembatasan Kasasi. Secara normatif, ketentuan tersebut kurang jelas dan kurang tegas dalam mengklasifikasi karakteristik objek gugatan yang dikenai pembatasan kasasi tersebut. Selanjutnya, secara empiris praktik peradilan terdapat dualisme sikap berupa tegas membatasi dan ragu-ragu dalam menetapkan pembatasan tersebut. Lebih lanjut, secara filosofis, di satu sisi pengaturan ini penting guna penegakkan hukum dan di sisi lain apabila diterapkan secara tidak berkeadilan dikarenakan keragu-raguan hal ini dapat mengurangi hak masyarakat pencari keadilan terhadap keadilan proses perkara. Dalam hal ini terdapat Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 (SEMA 4/2016) yang tampak mengatur lebih jelas karakteristik Pembatasan Upaya Hukum Kasasi tersebut. Namun demikian, dengan adanya
persebaran pengaturan terkait maka sulit kiranya menemukan karakteristik yang komprehensif. Situasi ini memunculkan pertanyaan hukum perihal Bagaimana karakteristik obyek gugatan perkara TUN yang termasuk pembatasan Kasasi Pasal 45A Ayat (2) Huruf C UU Mahkamah Agung? Berdasarkan penelusuran normatif dan indeksasi putusan perkara TUN (2017 - 2018, Pasca SEMA 4/2016) yang termasuk pembatasan Kasasi Pasal 45A Ayat (2) Huruf C UU Mahkamah Agung ditemukan: 1) Karakteristik umum obyek gugatan yang termasuk pembatasan Kasasi Pasal 45A Ayat (2) Huruf C UU 5/2004 berdasarkan norma dan komitmen Mahkamah Agung RI dalam hal pembatasan Kasasi tersebut, yakni perihal sumber kewenangan, materi muatan, daya berlaku dan implikasi Keputusan TUN tersebut; dan 2) Karakteristik konkrit berupa Jenis Perkara (Sub Klasifikasi), Pejabat Yang Mengeluarkan Keputusan TUN (Obyek Gugatan), Keputusan TUN (Obyek Gugatan), dan Peraturan-Peraturan Terkait Yang Mendasari Keputusan TUN. Selanjutnya saran dalam
penelitian ini berkaitan dengan pembuatan pengaturan yang lebih tegas dan spesifik, sosialisasi, dan diadakannya diskusi ilmiah ataupun rapat kerja nasional terkait hal ini.
References
Indonesia. (a) Undang-Undang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, LN No.165 Tahun
, TLN No. 3886.
________. (b) Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, LN No. 9 Tahun 2004, TLN
No.4359.
________. (c) Mahkamah Agung. Surat Edaran Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan.
SEMA No. 4 Tahun 2016.
Mahkamah Agung RI. (a) Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara:
Buku II. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2009.
________ . (b) Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2010.
Wawancara dengan Ketua PTUN Serang pada hari Jumat, 9 November 2018.